Perjalanan
menuju air terjun Batang Kapas di Desa Lubuk Bigau, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, terasa berat dan sangat menantang. Apakah
perjalanan pulang akan lebih mudah? Bagiku perjalanan pulang sama sulitnya
dengan pengalaman pergi. Lala dan anak-anak lainnya berlarian menuruni Bukit
Barisan, sementara aku tetap harus berjalan pelan dan hati-hati menuruni bukit
terjal.
Mereka
serasa main seluncuran saat menuruni bukit sementara aku tetap harus menjaga
keseimbangan tubuhku agar tidak berguling-guling menuruni bukit. Sehingga
mereka harus bersabar menungguku ketika aku tertinggal jauh. “Harus sabar…”,
kata Hengki saat berjalan bersamaku. Anak kecil ini memiliki kepribadian yang
bagus. :)
Pepohonan
hutan sebagiannya telah berusia tua. Ada pohon yang perkiraan usianya lebih
dari 200 tahun. Ada juga pohon mati yang berwarna cantik.
Gambar 1. Pohon yang berusia lebih 200 tahun, hasil jepretan Arika
Gambar 2. Pohon Mati yang Terlihat Cantik
Kami sampai di air terjun Batang Kapas pada saat siang. Kami
menikmati makan siang bersama-sama. Nasi telah dimasak pagi tadi saat di goa,
sedangkan lauk-pauk masih ada dari bekal kemarin. Karena perhitungan waktu
untuk mencapai desa, maka kami tidak ada yang berenang di air terjun. Sebagian
dari rombongan telah berenang di air terjun Batang Kapas saat awal kedatangan
kemarin.
Gambar 3. Fuad Berfoto di Air Terjun Batang Kapas
Hutan
di Bukit Barisan ini sangat asri dan alami. Pohonnya lurus-lurus seperti ditata
dengan baik. Memang tidak ada yang mampu mengalahkan penataan yang Maha Kuasa. Dalam
perjalanan menuruni Bukit Barisan juga terdapat air terjun lain yang lebih
rendah. Bentuknya seperti tirai. Cantik.
Gambar 4. Rani Berfoto Dalam Air Terjun Tirai
Gambar 5. Hutan Yang Asri Dengan Air Terjun Tirai Yang Cantik
Aliran
Sungai Batang Kapas ini juga membentuk air terjun berikutnya setelah air terjun tirai. Namun aku tidak mau singgah ketika ditawarkan oleh Hengki,
karena jalannya terjal dan energiku rasanya tidak cukup untuk menahan
keseimbangan tubuhku. Masih ada tantangan sulit berikutnya yang mesti aku pertimbangkan,
menuruni tangga terjal yang ekstrim dengan kemiringan 100 derajat dan jarak antar tangga berkisar 60 cm atau lebih. Awalnya tangga ini direncanakan Arika untuk ditambah
anak tangganya, agar tidak terlalu sulit bagiku menuruninya, namun terdapat
kendala dalam perjalanan sehingga tidak ada kesempatan untuk memperbaiki
tangga. Perlahan-lahan aku menuruni tangga dengan diarahkan oleh Arika,
alhamdulillah aku berhasil menuruninya dengan baik. Aku difoto Rani setelah
berhasil menuruni tangga. Hengki menuruni tangga setelah aku berhasil menuruni
tangga.
Gambar 6. Tangga Ekstrim Dalam Perjalanan ke Air Terjun Batang Kapas
Kami
melanjutkan perjalanan melewati hutan pakis saat hujan mulai turun perlahan.
Menembus hujan kami menyusuri hutan dan sungai Batang Kapas menuju pedesaan. Kami
sampai di desa saat malam udah turun. Kami dijemput dengan sepeda motor, namun
Hengki, Lala dan Rani tetap memilih berjalan kaki. Karena mereka berada
terdepan dan masih banyak anggota rombongan di belakang, maka Hengki meminta
agar ayahnya menjemput anggota rombongan yang tertinggal di belakang. Kami
melewati malam dengan bercengkerama dengan penduduk desa dan Nuraisyah
Rahmadina, petugas kesehatan yang bertugas di Lubuk Bigau. Kami menginap di
rumah orang tua Hengki. Aku sangat terkesan dengan sikap Hengki selama
perjalanan, mudah-mudahan dia menjadi pemimpin saat dewasa nanti.
Ahad
pagi kami bersiap untuk kembali ke Bangkinang. Ayah Hengki ikut mengantarkan
kami ke tempat mobil dititipkan. Dari pagi ayah Hengki telah sibuk memperbaiki
sepeda motor untuk memastikan sepeda motor layak menempuh perjalanan sulit.
Kami berangkat saat matahari telah tinggi, agar jalan tanah mulai kering karena
hujan malam tadi. Rombongan bergerak menyusuri jalan desa menuju jalan yang
berlobang-lobang ke perbatasan Riau dan Sumatera Barat. Sebagian jalan masih licin karena masih basah.
Beberapa kali kami nyaris tergelincir. Berasa naik motocross tapi dengan sepeda motor bebek. Aku lupa memotret perjalanan sulit ini
karena sangat terpukau oleh beratnya medan perjalanan. Sampai di rakit, aku
kembali teringat untuk memotret perjalanan.
Gambar 7. Sungai Yang Harus Dilewati Dengan Rakit
Gambar 8. Sungai Dangkal Dalam Perjalanan
Gambar 9. Sungai Dangkal di Perjalanan Pada Sisi Yang Lain
Gambar 10. Rakit Yang Digunakan Untuk Menyeberangi Sungai Bambunya Masih Hidup
Gambar 11. Rakit Beserta Talinya Yang Digunakan Untuk Menyeberang Sungai
Di
puncak bukit Angin-angin kami beristirahat dan menelfon keluarga mengabarkan
posisi kami. Mereka menguatirkan kami karena kami tidak bisa dihubungi.
Gambar 12. Bukit Angin-angin, Perbatasan Riau Dengan Sumatera Barat
Arah Ke Sumatera Barat
Gambar 13. Bukit Angin-angin, Perbatasan Riau Dengan Sumatera Barat
Arah Ke Riau
Kami
sampai di warung tempat kami menitipkan mobil setelah lewat pukul 11. Setelah
beristirahat kami melanjutkan perjalanan dengan mobil menempuh jembatan rusak
dan jalan berlobang hingga akhirnya kami sampai di Tanjung Pati. Sungguh sebuah
perjalanan liburan yang luar biasa. Aku gak menyangka aku berhasil mengatasi
semua kesulitan perjalanan dalam liburan kali ini. Alhamdulillah…
Catatan perjalanan 7 –
8 Mei 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar