D.
PENUTUP
160. Penutup
merupakan bagian akhir Peraturan Perundang-undangan yang memuat:
a. rumusan
perintah pengundangan dan penempatan Peraturan Perundang-undangan dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran
Daerah Provinsi, Lembaran Daerah Kabupaten/Kota, Berita Daerah Provinsi atau
Berita Daerah Kabupaten/Kota;
b. penandatanganan
pengesahan atau penetapan Peraturan Perundang-undangan;
c.
pengundangan atau Penetapan Peraturan
Perundang-undangan; dan
d. akhir
bagian penutup.
161. Rumusan
perintah pengundangan dan penempatan PeraturanPerundang-undangan dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia yang berbunyi sebagai berikut:
Contoh:
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan … (jenis
Peraturan Perundang-undangan) ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
162. Rumusan
perintah pengundangan dan penempatan Peraturan Perundang-undangan dalam Berita
Negara Republik Indonesia yang berbunyi sebagai berikut:
Contoh:
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan …(jenis
Peraturan Perundang-undangan) ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
163. Rumusan
perintah pengundangan dan penempatan Peraturan Perundang-undangan dalam
Lembaran Daerah atau Berita Daerah yang berbunyi sebagai berikut:
Contoh Peraturan Daerah Provinsi:
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Barat.
164. Penandatanganan
pengesahan atau penetapan Peraturan Perundangundangan memuat:
a. tempat
dan tanggal pengesahan atau penetapan;
b. nama
jabatan;
c. tanda
tangan pejabat; dan
d. nama
lengkap pejabat yang menandatangani, tanpa gelar, pangkat, golongan, dan nomor
induk pegawai.
165. Rumusan
tempat dan tanggal pengesahan atau penetapan diletakkan di sebelah kanan.
166. Nama
jabatan dan nama pejabat ditulis dengan huruf kapital. Pada akhir nama jabatan
diberi tanda baca koma.
a. untuk
pengesahan:
b. untuk
penetapan:
167. Pengundangan
Peraturan Perundang-undangan memuat:
a. tempat
dan tanggal Pengundangan;
b. nama
jabatan yang berwenang mengundangkan;
c. tanda
tangan; dan
d. nama
lengkap pejabat yang menandatangani, tanpa gelar, pangkat, golongan, dan nomor
induk pegawai.
168. Tempat
tanggal pengundangan Peraturan Perundang-undangan diletakkan di sebelah kiri
(di bawah penandatanganan pengesahan atau penetapan).
169. Nama
jabatan dan nama pejabat ditulis dengan huruf kapital. Pada akhir nama jabatan
diberi tanda baca koma.
170. Jika
dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari Presiden tidak menandatangani
Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama antara DPR dan Presiden,
maka dicantumkan kalimat pengesahan setelah nama pejabat yang mengundangkan
yang berbunyi: Undang-Undang ini dinyatakan sah berdasarkan ketentuan Pasal 20
ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
171. Jika
dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari Gubernur atau Bupati/Walikota
tidak menandatangani Rancangan Peraturan Daerah yang telah disetujui bersama
antara DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota, maka dicantumkan kalimat
pengesahan setelah nama pejabat yang mengundangkan yang berbunyi: Peraturan
Daerah ini dinyatakan sah.
172. Pada
akhir bagian penutup dicantumkan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita
Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah Provinsi, Lembaran Daerah
Kabupaten/Kota, Berita Daerah Provinsi atau Berita Daerah Kabupaten/Kota
beserta tahun dan nomor dari Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara
Republik Indonesia, Lembaran Daerah Provinsi, Lembaran Daerah Kabupaten/Kota,
Berita Daerah Provinsi atau Berita Daerah Kabupaten/Kota.
173. Penulisan
frasa Lembaran Negara Republik Indonesia atau Lembaran Daerah ditulis
seluruhnya dengan huruf kapital.
E.
PENJELASAN
174. Setiap
Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
diberi penjelasan.
175. Peraturan
Perundang-undangan di bawah Undang-Undang (selain Peraturan Daerah Provinsi dan
Kabupaten/Kota) dapat diberi penjelasan jika diperlukan.
176. Penjelasan
berfungsi sebagai tafsir resmi pembentuk Peraturan Perundang-undangan atas
norma tertentu dalam batang tubuh. Oleh karena itu, penjelasan hanya memuat
uraian terhadap kata, frasa, kalimat atau padanan kata/istilah asing dalam
norma yang dapat disertai dengan contoh. Penjelasan sebagai sarana untuk memperjelas
norma dalam batang tubuh tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan
dari norma yang dimaksud.
177. Penjelasan
tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan lebih lanjut
dan tidak boleh mencantumkan rumusan yang berisi norma.
178. Penjelasan
tidak menggunakan rumusan yang isinya memuat perubahan terselubung terhadap
ketentuan Peraturan Perundangundangan.
179. Naskah
penjelasan disusun bersama-sama dengan penyusunan rancangan Peraturan
Perundang-undangan.
180. Judul
penjelasan sama dengan judul Peraturan Perundang-undangan yang diawali dengan
frasa penjelasan atas yang ditulis dengan huruf kapital.
181. Penjelasan
Peraturan Perundang-undangan memuat penjelasan umum dan penjelasan pasal demi
pasal.
182. Rincian
penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal diawali dengan angka Romawi dan
ditulis dengan huruf kapital.
183. Penjelasan
umum memuat uraian secara sistematis mengenai latar belakang pemikiran, maksud,
dan tujuan penyusunan Peraturan Perundang-undangan yang telah tercantum secara
singkat dalam butir konsiderans, serta asas, tujuan, atau materi pokok yang
terkandung dalam batang tubuh Peraturan Perundang-undangan.
184. Bagian-bagian
dari penjelasan umum dapat diberi nomor dengan angka Arab, jika hal ini lebih
memberikan kejelasan.
185. Jika
dalam penjelasan umum dimuat pengacuan ke Peraturan Perundang-undangan lain
atau dokumen lain, pengacuan itu dilengkapi dengan keterangan mengenai
sumbernya.
186. Rumusan
penjelasan pasal demi pasal memperhatikan hal sebagai berikut:
a. tidak
bertentangan dengan materi pokok yang diatur dalam batang tubuh;
b. tidak
memperluas, mempersempit atau menambah pengertian norma yang ada dalam batang
tubuh;
c. tidak
melakukan pengulangan atas materi pokok yang diatur dalam batang tubuh;
d. tidak
mengulangi uraian kata, istilah, frasa, atau pengertian yang telah dimuat di
dalam ketentuan umum; dan/atau
e. tidak
memuat rumusan pendelegasian
187. Ketentuan
umum yang memuat batasan pengertian atau definisi dari kata atau istilah, tidak
perlu diberikan penjelasan.
188. Pada
pasal atau ayat yang tidak memerlukan penjelasan ditulis frasa cukup jelas yang
diakhiri dengan tanda baca titik (.) dan huruf c ditulis dengan huruf kapital.
Penjelasan pasal demi pasal tidak digabungkan walaupun terdapat beberapa pasal
berurutan yang tidak memerlukan penjelasan.
189. Jika
suatu pasal terdiri dari beberapa ayat atau butir tidak memerlukan penjelasan,
pasal yang bersangkutan cukup diberi penjelasan cukup jelas., tanpa merinci
masing-masing ayat atau butir.
190. Jika
suatu pasal terdiri dari beberapa ayat atau butir dan salah satu ayat atau
butir tersebut memerlukan penjelasan, setiap ayat atau butir perlu dicantumkan
dan dilengkapi dengan penjelasan yang sesuai.
191. Jika
suatu istilah/kata/frasa dalam suatu pasal atau ayat yang memerlukan
penjelasan, gunakan tanda baca petik (“…“) pada istilah/kata/frasa tersebut.
F.
LAMPIRAN
192. Dalam
hal Peraturan Perundang-undangan memerlukan lampiran, hal tersebut dinyatakan
dalam batang tubuh bahwa lampiran dimaksud merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Perundang-undangan.
193. Lampiran
dapat memuat antara lain uraian, daftar, tabel, gambar, peta, dan sketsa.
194. Dalam
hal Peraturan Perundang-undangan memerlukan lebih dari satu lampiran, tiap
lampiran harus diberi nomor urut dengan menggunakan angka romawi.
195. Judul
lampiran ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di sudut kanan
atas tanpa diakhiri tanda baca dengan rata kiri.
196. Nama
lampiran ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah
tanpa diakhiri tanda baca.
197. Pada
halaman akhir tiap lampiran harus dicantumkan nama dan tanda tangan pejabat
yang mengesahkan atau menetapkan Peraturan Perundang-undangan ditulis dengan
huruf kapital yang diletakkan di sudut kanan bawah dan diakhiri dengan tanda
baca koma setelah nama pejabat yang mengesahkan atau menetapkan Peraturan Perundang-undangan.
Sumber:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar