Pembangunan di Indonesia, khususnya pembangunan
di bidang industi berjalan
sangat cepat. Penataan industri nasional yang didukung oleh kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi merupakan persyarat terbentuknya masyarakat adil dan
makmur sejahtera sesuai dengan nilai-nilai luhur pancasila. Pembangunan
industri (termasuk industri kendaraan bermotor) yang diarahkan pada penguatan
dan pendalaman struktur industri untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing
industri serta untuk mendorong ekspor non migas, sehingga dapat meningkatkan
devisa negara yang sangat besar peranannya dalam proses pembangunan
selanjutnya.
Konsekwensi dari proses pembangunan industri ini adalah
meningkatnya limbah yang dikeluarkan oleh indutsri tersebut, limbah udara yang dapat
merubah kualitas udara ambien, sehingga pencemaran udara dapat terjadi di
mana-mana, misalnya, di dalam rumah, sekolah, kantor atau yang sering disebut
sebagai pencemaran dalam ruang (indoor
pollution). Selain itu, gejala ini secara akumulatif juga terjadi di luar
ruang (outdoor pollution) mulai dari
tingkat lingkungan rumah, perkotaan, hingga ke tingkat regional, bahkan saat
ini sudah menjadi gejala global, dan yang sangat penting adalah berubahnya
struktur atmosfir bumi yang ditandai dengan menipisnya lapisan ozon
mengakibatkan peningkatan suhu bumi. Proses inilah yang dikenal sebagai greenhouse
effect (efek rumah kaca). Pencemaran udara selain menyebabkan penyakit bagi
manusia, misalnya masalah pemapasan bahkan gejala kanker, juga mengancam secara
langsung eksistensi tumbuhan dan hewan, maupun secara tidak langsung ekosistem
di mana mereka hidup. Beberapa unsur pencemar (pollutant) kembali ke bumi
melalui deposisi asam atau salju yang mengakibatkan sifat korosif pada
bangunan, tanaman, hutan, di samping itu juga membuat sungai dan danau menjadi
suatu lingkungan yang berbahaya bagi ikan-ikan karena nilai pH yang rendah.
Salah satu bentuk
dampak negatifnya, yaitu sulitnya untuk memperoleh udara berkualitas baik dan
bersih. Pencemaran udara yang terjadi merupakan masalah pencemaran lingkungan
yang terberat bagi daerah perkotaan. Akibat pencemaran udara dapat membahayakan
kesehatan manusia, kelestarian tanaman dan hewan, dapat merusak bahan-bahan,
menurunkan daya penglihatan, serta menghasilkan bau yang tidak menyenangkan.
Pencemaran udara
adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam
udara dan atau berubahnya tatanan (komposisi) udara oleh kegiatan manusia atau
oleh proses alam, sehingga kualitas udara menjadi kurang atau tidak dapat
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Keputusan Menteri KLH No. 02/Men-KLH/I/1988).
Perwujudan kualitas lingkungan yang
sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen
lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan
kualitasnya sehingga dapat memberikan daya dukungan bagi mahluk hidup untuk
hidup secara optimal. Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi
yang sangat memprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai
kegiatan antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan.
Berbagai kegiatan tersebut merupakan kontribusi terbesar dari pencemar udara
yang dibuang ke udara bebas. Sumber pencemaran udara juga dapat disebabkan oleh
berbagai kegiatan alam, seperti kebakaran hutan, gunung meletus, gas alam
beracun, dll. Dampak dari pencemaran udara tersebut adalah menyebabkan
penurunan kualitas udara, yang berdampak negatif terhadap kesehatan manusia.
Udara sebagai sumber daya alam yang
mempengaruhi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya harus dijaga dan
dipelihara kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan
manusia serta perlindungan bagi makhluk hidup lainnya dan agar udara dapat
bermanfaat sebesar-besamya bagi pelestarian fungsi lingkungan hidup, maka udara
perlu dipelihara, dijaga dan dijamin mutunya melalui pengendalian pencemaran
udara maka ditetapkan Peraturan
pemerintah republik indonesia Nomor
41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara.
Udara merupakan media lingkungan yang merupakan
kebutuhan dasar manusia perlu mendapatkan perhatian yang serius, hal ini pula
menjadi kebijakan Pembangunan Kesehatan Indonesia 2010 dimana program
pengendalian pencemaran udara merupakan salah satu dari sepuluh program unggulan.
A.
Definisi
Pencemaran Udara
Pengertian Pencemaran udara menurut Peraturan
Pemerintah RI nomor 41/1999 tentang pengendalian pencemaran udara adalah
masuknya atau dimasukannya zat, atau energi, dan/atau komponen lain kedalam
udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai
ketingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi
fungsinya. Prinsip dari pencemaran udara adalah bilamana dalam udara terdapat
unsurunsur pencemar (biasa disebut polutan baik primer maupun sekunder yang
bersumber dari aktifitas alam dan kebanyakan dari aktifitas manusia) yang dapat
mempengaruhi keseimbangan udara normal dan mengakibatkan gangguan terhadap
kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan dan benda-benda lain. Sulfat
dioksida (SO2), Carbon monooksida (CO), Partikulat Matter, Hidrocarbon (HC),
Nitrogen Oksida ( NO2) Photochemical Oxidant, Timah (Pb), Ozon dan Volatile
Organic Compounds (VOC), merupakan polutan-polutan yang bersumber dari
antropogenik yang dapat mencemarkan udara, seperti halnya juga mengakibatkan
gangguan pada kesehatan, mengakibatkan pula kerusakan pada lingkungan.
Pencemaran udara diartikan dengan turunnya kualitas
udara sehingga udara mengalami penurunan mutu dalam penggunaannya yang akhimya
tidak dapat digunakan lagi sebagaimana mestinya sesuai dengan fungsinya. Dalam
pencemaran udara selalu terkait dengan sumber yang menghasilkan pencemaran
udara yaitu sumber yang bergerak (umumnya kendaraan bermotor) dan sumber yang
tidak bergerak (umumnya kegiatan industri) sedangkan pengendaliannya selalu
terkait dengan serangkaian kegiatan pengendalian yang bermuara dari batasan
baku mutu udara. Dengan adanya tolok ukur baku mutu udara maka akan dapat
dilakukan penyusunan dan penetapan kegiatan pengendalian pencemaran udara. Di
samping sumber bergerak dan sumber tidak bergerak seperti tersebut di atas,
terdapat emisi yang spesifik yang penanganan upaya pengendaliannya masih belum
ada acuan baik di tingkat nasional maupun intenasional. Sumber emisi ini adalah
pesawat terbang, kapal laut, kereta api, dan kendaraan berat spesifik lainnya.
Maka penggunan sumber-sumber emisi spesifik tersebut di atas harus tetap
mempertimbangkan kaidah-kaidah pengelolaan lingkungan hidup.
B. Pengaruh Pencemaran Udara terhadap Lingkungan
Untuk mengetahui pengaruh pencemaran udara terhadap
lingkungan terlebih dahulu diketahui hubungan udara dengan lingkungan. Menurut
hipotesis Gaia yang dicetuskan James Lovelock, menyatakan bahwa keseimbangan
antara karbonmonooksida dan oksigen di atmosfir, yang dijaga oleh organisme
hidup terjadi tidak hanya untuk menciptakan komposisi kimia atmosfir yang unik,
tetapi juga karakteristik lingkungan lainnya yang memungkinkan kehidupan ini
berlangsung (Cunningham dan Saigo,2003 dalam Amqam H dan Hasyim Djaffar M, 2006).
Dan ketika terjadi pencemaran udara yaitu masuknya, atau tercampurnya,
unsur-unsur berbahaya ke dalam atmosfir maka keseimbangan unsur-unsur yang ada
diudara akan terganggu sehingga pengaruhnya terhadap lingkungan dapat diketahui
yaitu dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan atau menurunnya
kualitas lingkungan.
Menurut laporan Tim Badan Eksekutif WALHI (1998),
Sumber polutan udara terbesar adalah dari kendaraan bermotor. Kurang lebih 13-
44% debu (TSP), 71-89% hidro carbon, 100% timbal dan 34-73% Nitrogen Dioksida
(NOx) yang terdapat di udara di kota Jakarta dan Surabaya berasal dari
kendaraan bermotor. Sedangkan industri berperan dalam emisi 15-28% dari total
TSP, 16-43% of NOx dan 63-88% SOx . Sumber utama lain debu berasal dari
pembakaran sampah rumah tangga, dimana menurut studi ini mencakup 41% dari
sumber debu di Jakarta. Sektor industri merupakan sumber utama sulfur dioksida
(SOx). Sedangkan 100% timbal berasal dari pembakaran BBM. Di tempat-tempat
padat Jakarta, konsentrasi timbal bisa 100 kali dari ambang batas.
Beberapa akibat dari pencemaran udara terhadap
kerusakan lingkungan atau
penurunan kualitas lingkungan adalah:
- Gangguan visibilitas
- Gangguan pada tanah dan air karena
adanya endapan partikulat dari pengaruh deposisi atmosfir memberi efek:
a.
pengasaman pada
danau dan sungai
b.
Mengubah
keseimbangan nutrien diair pesisi dan muara sungai
c.
Deplesi nutrien
tanah
d.
Merusak
sensitifitas hutan dan ladang pertanian
e.
Dan mempengaruhi
diversitas ekosistem
- Adanya Ground level Azone yang
dapat merusak ekosistem yaitu
a.
menggangu
kemampuan tanaman untuk berproduksi dan merusak keadaan
b.
lingkungan
disekitar, kota, taman dll.
- Pengasaman air hujan karena
transformasi H2O bercampur dengan CO2 dan SO2 mengakibatkan Sulfur menjadi
Asam sulfur (H2SO4) dan Nitrogen menjadi Asam Nitrit ( HNO3).
Pencemaran juga mengubah struktur atmosfir bumi
sehingga membuka celah masuknya bahaya radiasi sinar matahari (ultra violet).
Dan pada waktu yang bersamaan, keadaan udara yang tercemar merupakan fungsi
insulator yang mencegah aliran panas kembali ke ruang angkasa, dengan demikian
mengakibatkan peningkatan suhu bumi. Proses inilah yang dikenal sebagai greenhouse effect (efek rumah kaca).
Para ilmuwan memperkirakan bahwa peningkatan suhu bumi, atau yang diistilahkan
sebagai global warming, pada akhirnya
akan mempengaruhi banyak hal seperti pasokan makanan dunia, perubahan tingkat
permukaan air laut, serta terjadinya penyebaran penyakit tropis.
C. Pengaruh Pencemaran Udara terhadap Kesehatan
Kesehatan atau sehat sesuai dengan definisi yang
terdapat dalam UU no 36 tahun 2009 dan juga sebenarnya sebagai gambaran visi
Indonesia tentang kesehatan masyarakat adalah keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis. Keadaan
kesehatan ini akan terganggu bila seseorang atau kelompok dari suatu masyarakat
terpapar bahan polutan dari pencemaran udara ambien, dan selanjutnya populasi
yang terpapar ini merupakan populasi yang beresiko (population at risk).
Resiko disini adalah kemungkian terjadinya gangguan kesehatan dan tingkat gangguan
kesehatan sebagai akibat adanya bahaya (Suspended Partikulat Matter) didalam
udara ambien.
Bila seseorang sepanjang hidupnya atau dalan jangka
waktu yang lama terpapar
secara kumulatif maka selanjutnya akan menimbulkan dampak gangguan pada
kesehatannya. Dampak kesehatan ini tidak tergantung apakah pemaparan kumulatif
berasal dari pemaparan level singkat namun tinggi (akut) ataukah pada pemaparan
pada level rendah tapi sepanjang waktu (kronis). Akibat yang ditimbulkan adalah
terjadinya kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) Menurut data dari
sensus BPS tahun 1990, kematian balita akibat problem pernafasan akut (yang
bisa diasosiasikan sebagai akibat dari polusi udara) adalah sebesar 14,4% dari
seluruh kematian, nomor dua setelah muntaber. Sedangkan untuk keseluruhan
kematian, maka penyakit pernafasan menyebabkan 6% kematian. Di Jakarta, 12%
kematian disebabkan oleh penyakit pernafasan ini. Dari perhitungan World
Bank setiap kelebihan 10 mg/m3 konsentrasi debu di udara, menyebabkan angka
kematian rata-rata 1500 orang. Angka-angka kesakitan dan kematian ini dikarena
pencemaran udara yang berada diatas ambang batas, konsentrasi Total Suspended
Particles (TSP) atau debu, timbal, SOx dan Nox telah melebihi ambang batas
maksimum yang dibolehkan. Dari keseluruhan tinjauan singkat aspek kesehatan
pencemaran udara tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya
keterpaparan pada populasi dalam jangka waktu singkat atau lambat akan
meninbulkan efek gangguan pada kesehatan dan memungkinkan mereka tidak dapat
hidup produktif secara social dan ekonomis. Pembangunan industri yang diarahkan
pada penguatan dan pendalaman struktur industri untuk meningkatkan efisiensi
dan daya saing industri serta untuk mendorong ekspor non migas, justru akhirnya
dapat menurunkan devisa negara yang sangat besar peranannya dalam proses
pembangunan selanjutnya.
D. Parameter
pencemar udara dan dampaknya terhadap kesehatan
Jenis parameter pencemar udara didasarkan pada baku
mutu udara ambien menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999, yang
meliputi : Sulfur dioksida (SO2), Karbon monoksida (CO), Nitrogen dioksida
(NO2), Oksidan (O3), Hidro karbon (HC), PM 10 , PM 2,5, TSP (debu), Pb (Timah
Hitam), Dustfall (debu jatuh).
1.
Sulfur Dioksida
Pencemaran SOx menimbulkan dampak terhadap manusia
dan hewan, kerusakan pada tanaman terjadi pada kadasr sebesar 0,5 ppm. Pengaruh
utama polutan Sox terhadap manusia adalah iritasi sistim pernafasan. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa iritasi tenggorokan terjadi pada kadar SO2 sebesar
5 ppm atau lebih bahkan pada beberapa individu yang sensitif iritasi terjadi
pada kadar 1-2 ppm. SO2 dianggap pencemar yang berbahaya bagi kesehatan
terutama terhadap orang tua dan penderita yang mengalami penyakit khronis pada
sistem pernafasan kadiovaskular. Individu dengan gejala penyakit tersebut
sangat sensitif terhadap kontak dengan SO2, meskipun dengan kadar yang relatif
rendah. Kadar SO2 yang berpengaruh terhadap gangguan kesehatan adalah sebagai
berikut :
Tabel
1. Kadar SO2 yang berpengaruh terhadap gangguan kesehatan
Konsentrasi
( ppm )
|
Pengaruh
|
3
– 5
|
Jumlah terkecil yang dapat dideteksi
dari baunya
|
8
– 12
|
Jumlah terkecil yang segera
mengakibatkan iritasi tenggorokan
|
20
|
Jumlah terkecil yang akan
mengakibatkan iritasi mata
|
20
|
Jumlah terkecil yang akan
mengakibatkan batuk
|
20
|
Maksimum yang diperbolehkan untuk
konsentrasi dalam waktu lama
|
50
– 100
|
Maksimum yang diperbolehkan untuk
kontrak singkat (30 menit )
|
400
-500
|
Berbahaya meskipun kontak secara
singkat
|
2. Carbon Monoksida
Karakteristik biologik yang paling penting dari CO
adalah kemampuannya untuk berikatan dengan haemoglobin, pigmen sel darah merah
yang mengakut oksigen keseluruh tubuh. Sifat ini menghasilkan pembentukan
karboksihaemoglobin (HbCO) yang 200 kali lebih stabil dibandingkan
oksihaemoglobin (HbO2). Penguraian HbCO yang relatif lambat menyebabkan
terhambatnya kerja molekul sel pigmen tersebut dalam fungsinya membawa oksigen
keseluruh tubuh. Kondisi seperti ini bisa berakibat serius, bahkan fatal,
karena dapat menyebabkan keracunan. Selain itu, metabolisme otot dan fungsi
enzim intra-seluler juga dapat terganggu dengan adanya ikatan CO yang stabil
tersebut. Dampat keracunan CO sangat berbahaya bagi orang yang telah menderita
gangguan pada otot jantung atau sirkulasi darah periferal yang parah.
Dampak dari CO bervasiasi tergangtung dari status
kesehatan seseorang pada saat terpajan .Pada beberapa orang yang berbadan gemuk
dapat mentolerir pajanan CO sampai kadar HbCO dalam darahnya mencapai 40% dalam
waktu singkat. Tetapi seseorang yang menderita sakit jantung atau paru-paru
akan menjadi lebih parah apabila kadar HbCO dalam darahnya sebesar 5–10%. Pengaruh
CO kadar tinggi terhadap sistem syaraf pusat dan sistem kardiovaskular telah
banyak diketahui. Namun respon dari masyarakat berbadan sehat terhadap
pemajanan CO kadar rendah dan dalam jangka waktu panjang, masih sedikit
diketahui. Misalnya kinerja para petugas jaga, yang harus mempunyai kemampuan
untuk mendeteksi adanya perubahan kecil dalam lingkungannya yang terjadi pada
saat yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya dan membutuhkan kewaspadaan
tinggi dan terus menerus, dapat terganggu/ terhambat pada kadar HbCO yang
berada dibawah 10% dan bahkan sampai 5% (hal ini secara kasar ekivalen dengan
kadar CO di udara masing-masing sebesar 80 dan 35 mg/m3) Pengaruh ini terlalu
terlihat pada perokok, karena kemungkinan sudah terbiasa terpajan dengan kadar
yang sama dari asap rokok.
Beberapa studi yang dilakukan terhadap sejumlah
sukarelawan berbadan sehat yang melakukan latihan berat (studi untuk melihat
penyerapan oksigen maksimal) menunjukkan bahwa kesadaran hilang pada kadar HbCO
50% dengan latihan yang lebih ringan, kesadaran hilang pada HbCo 70% selama
5-60 menit. Gangguan tidak dirasakan pada HbCO 33%, tetapi denyut jantung
meningkat cepat dan tidak proporsional. Studi dalam jangka waktu yang lebih
panjang terhadap pekerja yang bekerja selama 4 jam dengan kadar HbCO 5-6%
menunjukkan pengaruh yang serupa terhadap denyut jantung, tetapi agak berbeda.
Hasil studi diatas menunjukkan bahwa paling sedikit
untuk para bukan perokok, ternyata ada hubungan yang linier antara HbCO dan
menurunnya kapasitas maksimum oksigen. Walaupun kadar CO yang tinggi dapat
menyebabkan perubahan tekanan darah, meningkatkan denyut jantung, ritme jantung
menjadi abnormal gagal jantung, dan kerusakan pembuluh darah periferal, tidak
banyak didapatkan data tentang pengaruh pemajanan CO kadar rendah terhadap
sistim kardiovaskular. Hubungan yang telah diketahui tentang merokok dan
peningkatan risiko penyakit jantung koroner menunjukkan bahwa CO kemungkinan
mempunyai peran dalam memicu timbulnya penyakit tersebut (perokok berat tidak
jarang mengandung kadar HbCO sampai 15 %). Namun tidak cukup bukti yang
menyatakan bahwa karbon monoksida menyebabkan penyakit jantung atau paru-paru,
tetapi jelas bahwa CO mampu untuk mengganggu transpor oksigen ke seluruh tubuh
yang dapat berakibat serius pada seseorang yang telah menderita sakit jantung
atau paru-paru.
Studi epidemiologi tentang kesakitan dan kematian
akibat penyakit jantung dan kadar CO di udara yang dibagi berdasarkan wilayah,
sangat sulit untuk ditafsirkan. Namun dada terasa sakit pada saat melakukan
gerakan fisik, terlihat jelas akan timbul pada pasien yang terpajan CO dengan
kadar 60 mg/m3, yang menghasilkan kadar HbCO mendekati 5%. Walaupun wanita
hamil dan janin yang dikandungnya akan menghasilkan CO dari dalam tubuh
(endogenous) dengan kadar yang lebih tinggi, pajanan tambahan dari luar dapat
mengurangi fungsi oksigenasi jaringan dan plasental, yang menyebabkan bayi
dengan berat badan
rendah. Kondisi seperti ini menjelaskan mengapa wanita merokok melahirkan bayi
dengan berat badan lebih rendah dari normal. Masih ada dua aspek lain dari
pengaruh CO terhadap kesehatan yang perlu dicatat. Pertama, tampaknya binatang
percobaan dapat beradaptasi terhadap pemajanan CO karena mampu mentolerir
dengan mudah pemajanan akut pada kadar tinggi, walaupun masih memerlukan
penjelasan lebih lanjut. Kedua, dalam kaitannya dengan CO di lingkungan kerja
yang dapat menggangggu pertubuhan janin pada pekerja wanita, adalah kenyataan
bahwa paling sedikit satu jenis senyawa hidrokarbon-halogen yaitu metilen
khlorida (dikhlorometan), dapat menyebabkan meningkatnya kadar HbCO karena ada
metobolisme di dalam tubuh setelah absorpsi terjadi. Karena senyawa diatas
termasuk kelompok pelarut (Sollvent) yang banyak digunakan dalam industri untuk
menggantikan karbon tetrakhlorida yang beracun, maka keamanan lingkungan kerja
mereka perlu ditinjau lebih lanjut.
3. Nitrogen Dioksida
Oksida nitrogen seperti NO dan NO2 berbahaya bagi
manusia. Penelitian menunjukkan bahwa NO2 empat kali lebih beracun daripada NO.
Selama ini belum pernah dilaporkan terjadinya keracunan NO yang mengakibatkan
kematian. Diudara ambien yang normal, NO dapat mengalami oksidasi menjadi NO2
yang bersifat racun. Penelitian terhadap hewan percobaan yang dipajankan NO
dengan dosis yang sangat tinggi, memperlihatkan gejala kelumpuhan sistim syarat
dan kekejangan. Penelitian lain menunjukkan bahwa tikus yang dipajan NO sampai
2500 ppm akan hilang kesadarannya setelah 6-7 menit, tetapi jika kemudian
diberi udara segar akan sembuh kembali setelah 4–6 menit. Tetapi jika pemajanan
NO pada kadar tersebut berlangsung selama 12 menit, pengaruhnya tidak dapat
dihilangkan kembali, dan semua tikus yang diuji akan mati.
NO2 bersifat racun terutama terhadap paru. Kadar NO2
yang lebih tinggi dari 100 ppm dapat mematikan sebagian besar binatang
percobaan dan 90% dari kematian tersebut disebabkan oleh gejala pembengkakan
paru ( edema pulmonari). Kadar NO2 sebesar 800 ppm akan mengakibatkan 100%
kematian pada binatang-binatang yang diuji dalam waktu 29 menit atau kurang.
Pemajanan NO2 dengan kadar 5 ppm selama 10 menit terhadap manusia mengakibatkan
kesulitan dalam bernafas.
4. Oksidan
Oksidan fotokimia juga dapat menyebabkan iritasi
mata. Beberapa gejala yang dapat diamati pada manusia yang diberi perlakuan
kontak dengan ozon, sampai dengan kadar 0,2 ppm tidak ditemukan pengaruh
apapun, pada kadar 0,3 ppm mulai terjadi iritasi pada hidung dan tenggorokan.
Kontak dengan Ozon pada kadar 1,0–3,0 ppm selama 2 jam pada orang-orang yang
sensitif dapat mengakibatkan pusing berat dan kehilangan koordinasi. Pada
kebanyakan orang, kontak dengan ozon dengan kadar 9,0 ppm selama beberapa waktu
akan mengakibatkan edema pulmonari. Pada kadar di udara ambien yang normal,
peroksiasetilnitrat (PAN) dan Peroksiabenzoilnitrat (PbzN) mungkin menyebabkan iritasi
mata tetapi tidak berbahaya bagi kesehatan. Peroksibenzoilnitrat (PbzN) lebih
cepat menyebabkan iritasi mata.
5. Hidrokarbon
Hidrokarbon diudara akan bereaksi dengan bahan-bahan
lain dan akan membentuk ikatan baru yang disebut plycyclic aromatic hidrocarbon
(PAH) yang banyak dijumpai di daerah industri dan padat lalulintas. Bila PAH
ini masuk dalam paru-paru akan menimbulkan luka dan merangsang terbentuknya
sel-sel kanker. Pengaruh hidrokarbon aromatic pada kesehatan manusia dapat
terlihat pada tabel dibawah ini.
Tabel
2. Pengaruh hidrokarbon aromatic pada kesehatan manusia
Jenis
Hidrokarbon
|
Konsentrasi
(ppm )
|
Dampak
Kesehatan
|
Benzene
( C6H6 )
|
100
|
Iritasi
membran mukosa
|
3.000
|
Lemas
setelah ½ - 1 Jam
|
|
7.500
|
Pengaruh
sangat berbahaya setelah pemaparan 1 jam
|
|
20.000
|
Kematian
setelah pemaparan 5 –10 menit
|
|
Toluena
( C7H8 )
|
200
|
Pusing
lemah dan berkunang-kunang setelah pemaparan 8 jam
|
600
|
Kehilangan
koordinasi bola mata terbalik setelah pemaparan 8 jam
|
6. Khlorin
Selain bau yang menyengat gas khlorin dapat
menyebabkan iritasi pada mata dan saluran pernafasan. Apabila gas khlorin masuk
dalam jaringan paru-paru dan bereaksi dengan ion hidrogen akan dapat membentuk
asam khlorida yang bersifat sangat korosif dan menyebabkan iritasi dan
peradangan. Di udara ambien, gas khlorin dapat mengalami proses oksidasi dan
membebaskan oksigen seperti terlihat dalam reaksi dibawah ini :
CL2 + H2O ---------à
HCL + HOCL
8 HOCl ---------à
6 HCl + 2HclO3 + O3
Dengan adanya sinar matahari atau sinar terang maka
HOCl yang terbentuk akan terdekomposisi menjadi asam khlorida dan oksigen. Selain
itu gas khlorin juga dapat mencemari atmosfer. Pada kadar antara 3,0 – 6,0 ppm
gas khlorin terasa pedas dan memerahkan mata. Dan bila terpapar dengan kadar
sebesar 14,0 – 21,0 ppm selama 30 –60 menit dapat menyebabkan penyakit
paru-paru ( pulmonari oedema ) dan bisa menyebabkan emphysema dan radang
paru-paru.
7. Partikel Debu
Inhalasi merupakan satu-satunya rute pajanan yang
menjadi perhatian dalam hubungannya dengan dampak terhadap kesehatan. Walau
demikian ada juga beberapa senjawa lain yang melekat bergabung pada partikulat,
seperti timah hitam (Pb) dan senyawa beracun lainnya, yang dapat memajan tubuh
melalui rute lain. Pengaruh partikulat debu bentuk padat maupun cair yang
berada di udara sangat tergantung kepada ukurannya. Ukuran partikulat debu
bentuk padat maupun cair yang berada diudara sangat tergantung kepada
ukurannya. Ukuran partikulat debu yang membahayakan kesehatan umumnya berkisar
antara 0,1 mikron sampai dengan 10 mikron. Pada umunya ukuran partikulat debu
sekitar 5 mikron merupakan partikulat udara yang dapat langsung masuk kedalam
paru-paru dan mengendap di alveoli. Keadaan ini bukan berarti bahwa ukuran
partikulat yang lebih besar dari 5 mikron tidak berbahaya, karena partikulat yang
lebih besar dapat mengganggu saluran pernafasan bagian atas dan menyebabkan
iritasi. Keadaan ini akan lebih bertambah parah apabila terjadi reaksi
sinergistik dengan gas SO2 yang terdapat di udara juga. Selain itu partikulat
debu yang melayang dan berterbangan dibawa angin akan menyebabkan iritasi pada
mata dan dapat menghalangi daya tembus pandang mata (Visibility) Adanya ceceran
logam beracun yang terdapat dalam partikulat debu di udara merupakan bahaya
yang terbesar bagi kesehatan. Pada umumnya udara yang tercemar hanya mengandung
logam berbahaya sekitar 0,01% sampai 3% dari seluruh partikulat debu di udara
Akan tetapi logam tersebut dapat bersifat akumulatif dan kemungkinan dapat
terjadi reaksi sinergistik pada jaringan tubuh, Selain itu diketahui pula bahwa
logam yang terkandung di udara yang dihirup mempunyai pengaruh yang lebih besar
dibandingkan dengan dosis sama yang besaral dari makanan atau air minum. Oleh
karena itu kadar logam di udara yang terikat pada partikulat patut mendapat
perhatian .
8. Timah Hitam
Pemajanan Pb dari industri telah banyak tercatat
tetapi kemaknaan pemajanan di masyarakat luas masih kontroversi, Kadar Pb di
alam sangat bervariasi tetapi kandungan dalam tubuh manusia berkisar antara
100–400 mg.
Sumber
masukan Pb adalah makanan terutama bagi mereka yang tidak bekerja atau kontak
dengan Pb Diperkirakan rata-rata masukkan Pb melalui makanan adalah 300 ug per
hari dengan kisaran antara 100–500 mg perhari. Rata-rata masukkan melalui air
minum adalah 20 mg dengan kisaran antara 10–100 mg. Hanya sebagian asupan
(intake) yang diabsorpsi melalui pencernaan. Pada manusia dewasa absorpsi untuk
jangka panjang berkisar antara 5–10% bila asupan tidak berlebihan kandungan Pb
dalam tinja dapat untuk memperkirakan asupan harian karena 90% Pb dikeluarkan
dengan cara ini.
Kontribusi Pb di udara terhadap absorpsi oleh tubuh
lebih sulit diperkirakan. Distribusi ukuran partikel dan kelarutan pb dalam partikel
juga harus dipertimbangkan biasanya kadar pb di udara sekitar 2 mg/m3 dan
dengan asumsi 30% mengendap di saluran pernapasan dan absorpsi sekitar 14
mg/per hari. Mungkin perhitungan ini bisa dianggap terlalu besar dan partikel
Pb yang dikeluarkan dari kendaraan bermotor ternyata bergabung dengan filamen
karbon dan lebih kecil dari yang diperkirakan walaupun agregat ini sangat kecil
(0,1 mm) jumlah yang tertahan di alveoli mungkin kurang dari 10%. Uji kelarutan
menunjukkan bahwa Pb berada dalam bentuk yang sukar larut.
Hampir semua organ tubuh mengandung Pb dan kira-kira
90% dijumpai di tulang, kandungan dalam darah kurang dari 1% kandungan dalam
darah dipengaruhi oleh asupan yang baru (dalam 24 Jam terakhir) dan Oleh
pelepan dari sistem rangka. Manusia dengan pemajanan rendah mengandung 10–30 mg
Pb/100 g darah Manusia yang mendapat pemajanan kadar tinggi mengandung lebih
dari 100 mg/100 g darah kandungan dalam darah sekitar 40 mg Pb/100g dianggap
terpajan berat atau mengabsorpsi Pb cukup tinggi walau tidak terdeteksi
tanda-tanda keluhan keracunan. Terdapat perbedaan tingkat kadar Pb di
perkantoran dan pedesaan wanita cenderung mengandung Pb lebih rendah dibanding pria,
dan pada perokok lebih tinggi dibandingkan bukan perokok.
Gejala klinis keracunan timah hitam pada individu
dewasa tidak akan timbul pada kadar Pb yang terkandung dalam darah di bawah 80
mg Pb/100 g darah namun hambatan aktivitas enzim untuk sintesa haemoglobin
sudah terjadi pada kandungan Pb normal (30–40 mg). Timah Hitam berakumulasi di
rambut sehingga dapat dipakai sebagai indikator untuk memperkirakan tingkat
pemajanan atau kandungan Pb dalam tubuh Anak-anak merupakan kelompok risika
tinggi Menelan langsung bekas cat yang mengandung Pb merupakan sumber
pemajanan, selain emisi industri dan debu jalan yang berasal dari lalu lintas
yang padat Mungkin keracunan Pb ada juga hubungannya dengan keterbelakangan
mental tetapi belum ada bukti yang jelas. Senyawa Pb organik bersifat
neurotoksik dan tidak menyebabkan anemia Hampir semua Pb–tetraetil diubah
menjadi Pb Organik dalam proses pembakaran bahan bakar bermotor dan dilepaskan
ke udara.
Pengaruh
Pb dalam tubuh belum diketahui benar tetapi perlu waspada terhadap pemajanan
jangka panjang Timah Hitam dalam tulang tidak beracun tetapi pada kondisi
tertentu bisa dilepaskan karena infeksi atau proses biokimia dan memberikan gejala
keluhan garam Pb tidak bersifat karsiogenik terhadap manusia.
Gangguan
kesehatan adalah akibat bereaksinya Pb dengan gugusan sulfhidril dari protein
yang menyebabkan pengendapan protein dan menghambat pembuatan haemoglobin,
Gejala keracunan akut didapati bila tertelan dalam jumlah besar yang dapat
menimbulkan sakit perut muntah atau diare akut. Gejala keracunan kronis bisa
menyebabkan hilang nafsu makan, konstipasi lelah sakit kepala, anemia,
kelumpuhan anggota badan, Kejang dan gangguan penglihatan.
Daftar Pustaka
1. Amqam H dan
Hasyim Djaffar M, Buku Ajar Pencemaran Udara, Jurusan Kesehatan Lingkungan,
FKM-UNHAS, Makassar, 2006
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara
3. Departemen
Kesehatan, Parameter Pencemaran Udara, Jakarta, 2007
4. Keputusan
Menteri Negara Kependudukan Dan
Lingkungan Hidup Nomor: KEP-02/MENKLH/I/1988 tentang Pedoman Penetapan Baku
Mutu Lingkungan
5. Tim Badan
Eksekutif WALHI, Reformasi di Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup, 1998
6. Undang-Undang nomor
36 tahun 2009 tentang Kesehatan
prada
BalasHapusnorth face
adidas shoes
air max 95
gucci borse
marc jacobs
nike air force 1
north face uk
abercrombie and fitch
michael kors
moncler outlet
soccer shoes
hollister uk
tod's shoes
insanity workout
christian louboutin
louis vuitton pas cher
adidas superstar
cheap oakleys
nike roshe run
coach outlet canada
mulberry handbags
basketball shoes
instyler max
hermes uk
pandora charms
ghd hair straighteners
ray bans
cheap uggs boots
coach outlet store online
nike roshe runs
pandora
2015926yuanyuan
2015-12-31 xiaozhengm
BalasHapusnike roshe runs
coach factory outlet
nike roshe run women
basketball shoes
coach outlet
gucci borse
coach factory outlet
nike uk
louis vuitton outlet
nike free run
coach outlet
nike air max uk
louis vuitton
christian louboutin
ralph lauren outlet
michael kors handbags
oakley vault
adidas uk
michael kors handbags
louis vuitton handbags
louis vuitton outlet
coach factorty outlet
air jordan pas cher
louis vuitton
michael kors outlet
michael kors outlet
canada goose uk
coach outlet store online
nike free runs
coach factory outlet
coach factory outlet
coach outlet
cheap ray ban sunglasses
mulberry bags
running shoes
coach outlet
burberry outlet online
louis vuitton handbags
hermes uk
michael kors outlet