Keseruan
perjalanan menuju Desa Ludai dan Kampung Tua Pangkalan Kapas, Kecamatan Kampar
Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau, dimulai sejak persiapan. Dimulai
dengan pendataan peserta yang akan ikut harus dalam kondisi sehat, kemampuan tim
menghadapi tantangan, sampai persiapan perlengkapan perjalanan. Setelah
analisis kondisi peserta dan kondisi perjalanan, akhirnya kami memutuskan
melewati jalur sungai.
Saya telah pernah mencapai Desa Lubuk Bigau, Kec. Kampar Kiri Hulu dengan menggunakan jalur darat. Perjalanan ke Lubuk Bigau dapat dibaca pada link . Melewati jalur sungai bagiku merupakan tantangan tersendiri, karena saya tidak mampu berenang. Saya segera membeli pelampung secara online. Berbelanja secara online memang menghemat waktu, apalagi belanja barang-barang yang bukan kebutuhan sehari-hari, serta semenjak pandemi Covid-19 berlangsung saya berusaha menghindari tempat keramaian bila memungkinkan. Melewati jalur sungai juga perlu mempertimbangkan berat penumpang dan barang yang dibawa di atas sampan, untuk menjaga keselamatan dalam perjalanan. Berdasarkan analisis peserta dan beban sampan serta debit air sungai, diputuskan menggunakan 4 sampan dengan 1 sampan memuat 4 orang ditambah barang-barang.
Perjalanan
menuju Desa Ludai dari Desa Gema, Kampar Kiri Hulu, ditempuh dalam waktu yang
cukup lama, yaitu 2,5 jam. Bila debit air sungai lebih banyak, maka perjalanan
dapat ditempuh dalam waktu 2 jam, sedangkan bila debit air lebih sedikit lagi
maka perjalanan dapat ditempuh dalam waktu 3 jam. Perjalanan menuju Desa Ludai
berlawanan dengan arah arus sungai. Selain melengkapi diri dengan pelampung,
saya juga menggunakan topi lebar untuk menghindari terik matahari. Wisata
Sungai Subayang memiliki pesona yang luar biasa. Sungai dangkal berbatu dengan
arus deras di sebagian besar perjalanan. Batu-batu alam di pinggir sungai
terlihat seperti ukiran di beberapa lokasi. Saat arus deras terkadang timbul
rasa gamang. Namun saya memilih menikmati keindahan alam pemberian Allah,
dibandingkan dengan membiarkan diri terjebak dalam ketakutan. Dalam perjalanan, sampan harus diisi ulang bahan bakarnya karena jarak yang ditempuh cukup jauh.
Ludai
merupakan salah satu desa di Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar,
Propinsi Riau. Desa Ludai merupakan salah satu desa tertua di wilayah Kampar
dan sudah ada sejak zaman Belanda. Nama Desa Ludai diambil dari sejarah adanya
pohon kayu yang bernama kayu Kelidai yang tumbuh di tengah-tengah pohon
beringin besar yang sudah ada sebelum desa ini ditemukan. Daerah dengan alat
transportasi sungai memiliki masalah berbeda dibandingkan dengan transportasi
darat. Mencapai Desa Ludai dengan transportasi darat sangat sulit dilakukan
karena belum tersedianya sarana jalan yang telah diaspal. Jalan tanah yang
dilewati di areal perbukitan tentu memiliki tantangan yang luar biasa.
Pada
sore hari kami menikmati waktu dengan pemandangan sungai. Sarana Mandi Cuci
Kakus belum tersedia di semua rumah warga. Sebagian besar masih melakukan
aktifitas mencuci sampai mandi di sungai. Teman-teman laki-laki memutuskan
berenang ke sungai. Suasana yang jarang dinikmati. Teman yang tidak bisa
berenang membekali diri dengan pelampung walaupun mandi di tempat yang dangkal.
Di
sungai terdapat bermacam-macam ikan sungai. Selain ikan yang bisa dikosumsi,
juga terdapat ikan yang lumayan ganas seperti ikan buntal. Ikan buntal sungai
tidak beracun, namun gigitannya dapat mencederai kita. Salah seorang teman yang
mencoba berenang ke tempat yang agak dalam, diserang oleh ikan buntal. Sehingga
timbul luka yang cukup dalam. Karena darah tidak berhenti setelah hampir 30 menit
dibalut tekan, maka akhirnya dilakukan penjahitan luka.
Saat
pagi menjelang, setelah mandi di rumah tempat menginap, maka saya segera menuju
tepi sungai untuk menunggu matahari terbit. Namun suasana agak mendung sehingga
saya tidak mendapatkan suasana matahari terbit. Meskipun begitu saya masih
mendapatkan suasana pagi yang menyenangkan di pinggir sungai. Menyaksikan awan
beranjak meninggalkan perbukitan.
Sore
harinya kami diajak Kepala Desa menangkap ikan di lubuk larangan dan membakar
ikan hasil tangkapan disana. Lubuk larangan berada di Dusun II, sedangkan kami
berada di Dusun I. Kami berangkat dengan menggunakan 3 sampan. Perjalanan yang
menyenangkan. Di lubuk larangan, teman-teman memancing dengan alat pancing yang
telah disediakan, sedangkan 2 orang warga setempat membantu menjaring ikan
dengan sampan.
Ikan
hasil pancing langsung dibakar di pinggir sungai dengan api unggun yang telah
dibuat. Rasanya nikmat. Kemudian kami bersiap untuk membakar ikan hasil jaring
dengan sampan.
Perlahan
hujan mulai turun, semakin lama semakin deras. Kami pun berlari berteduh menuju
rumah Kepala Dusun. Karena hari telah senja, untuk menghindari gelap, maka kami
segera berangkat pulang dengan 2 sampan, sedangkan Kepala Desa akan pulang
dengan sepeda motor. Ikan hasil tangkapan juga dibawa di atas sampan.
Direncanakan diolah di rumah saja.
Sampan
yang kami tumpangi memuat saya dan 4 teman ditambah pengemudi sampan serta
putri kecilnya yang berusia 5 tahun. Dalam perjalanan, mesin sampan mati
mendadak karena terkena air hujan. Hal itu terjadi berulang kali. Sampan
lainnya yang berangkat setelah kami akhirnya mendahului kami. Walaupun jarak
yang ditempuh sebenarnya tidak terlalu jauh, namun karena berada di tengah sungai
dalam hujan dan mulai gelap serta mesin sampan sulit untuk hidup, situasi ini
jelas menimbulkan kepanikan bagi kami. Tidak ada diantara kami yang
berpengalaman mendayung sampan selain pengemudi. Akhirnya pengemudi sampan
meminta kami untuk turun dan berjalan dalam sungai sementara dia mendorong
sampan ke tempat yang lebih dalam.
Situasi
ini jelas sangat buruk buatku karena saya tidak tahan dingin, phobia gelap dan
tidak bisa berenang. Alhamdulillah sebelum berangkat ke lubuk larangan, salah
seorang warga mengingatkanku untuk membawa pelampung. Di dalam tas kecilku
telah kusediakan senter pena yang biasa kugunakan untuk memeriksa pasien.
Situasi teman lain juga tidak menyenangkan, ada yang tidak bisa berenang namun
tidak bawa pelampung, ada yang bisa berenang tapi kakinya luka digigit ikan
buntal, ada yang tidak bisa berenang dan kondisi fisik kurang fit walaupun
memakai pelampung. Teman yang kurang fit mulai panik dan agak sesak nafas. Kami
saling menguatkan dan saling menenangkan, mencegah dikuasai kepanikan. Kami
berpegangan tangan saling menguatkan agar terhindar dari tergelincir dan dibawa
arus sungai. Alhamdulillah seluruhnya berhasil menenangkan diri dan melangkah
perlahan melanjutkan perjalanan. Kami tidak bisa mengabari teman di darat atas
situasi yang kami hadapi, karena wilayah ini tidak terdapat signal telepon. Mereka
pasti kuatir karena kami tidak sampai ke rumah setelah lebih dari setengah jam.
Teman-teman di sampan kami tidak ada yang membawa radio HT. Persiapan radio HT
ini yang luput dariku. Teman di sampan lain ada 2 orang yang membawa radio HT.
Namun karena lubuk larangan ini tempatnya tidak jauh, maka kami kurang bersiap
menghadapi kesulitan yang tiba-tiba terjadi.
Kami
berjalan pelan-pelan dengan bantuan senter. Salah satu teman mendengar
panggilan suara namun kami tidak melihat orang yang memanggil. Kami mencegahnya
mendekati sumber suara sampai kami dapat melihat orang yang memanggil. Kami
harus berhati-hati merespon situasi. Ternyata pengemudi sampan meminta kami
mendekati dan menaiki sampan. Ketika sampai di sampan dan berusaha untuk naik,
kakiku telah kram karena dingin. Aku duduk di pinggir sampan dan melemparkan
kakiku ke atas sampan. Nyeri terasa menjalari kaki. Aku memijat kaki untuk
mengurangi kram. Kemudian mesin sampan berhasil hidup dan kami melanjutkan
perjalanan dengan bantuan senter untuk melihat pinggir sungai dan arah. Alhamdulillah
akhirnya kami melihat cahaya listrik dari perkampungan. Ketika mesin mati lagi,
kami telah dekat pulau pasir dekat
perkampungan, kami berjalan menyeberangi sungai dan menuju tempat menginap. Saat
kami sampai di daratan, kami melihat sampan melaju mencari kami.
Sampai
di penginapan, teman-teman heboh, mereka panik membayangkan 5 orang temannya
hilang dibawa arus. Mereka berupaya mencari orang untuk menjemput kami.
Alhamdulillah semuanya selamat. Malam itu kami berbagi cerita. Ternyata perjalanan
ke Desa Pangkalan Kapas juga heboh dengan kejadian terbaliknya salah satu
sampan peserta. Mereka menikmati rekreasi ke air terjun setelah pelaksanaan
kegiatan disana. Alhamdulillah seluruh peserta selamat, tidak terjadi hal-hal
yang mengkuatirkan.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusIt is golden technique to present all shows. It is possible that you are one of those great Filipino visitor you should visit Teleserye to get fantastic Pinoy tv shows it include the table with.
BalasHapus