Menurut Undang-undang nomor 40 tahun
2004, Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan
program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggaraan jaminan sosial.
Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan,
asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sistem
Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya
kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota
keluarganya. (1)
Sistem Jaminan Sosial
Nasional diselenggarakan berdasarkan pada prinsip: (1)
a. kegotong-royongan;
b. nirlaba;
c. keterbukaan;
d. kehati-hatian;
e. akuntabilitas;
f. portabilitas;
g. kepesertaan
bersifat wajib;
h. dan
amanat, dan hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk
pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.
Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) dibentuk berdasarkan Undang-undang nomor 24 tahun 2011.
BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan
sosial. BPJS menyelenggarakan sistem
jaminan sosial nasional berdasarkan asas: (2)
a.
kemanusiaan;
b.
manfaat;
dan
c.
keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
BPJS bertujuan untuk
mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar
hidup yang layak bagi setiap Peserta dan/atau anggota keluarganya. BPJS
menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan prinsip: (2)
a.
kegotongroyongan;
b.
nirlaba;
c.
keterbukaan;
d. kehati-hatian;
e.
akuntabilitas;
f. portabilitas;
g. kepesertaan
bersifat wajib;
h.
dana
amanat; dan
i. hasil
pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan
program dan untuk sebesar-besar
kepentingan Peserta.
BPJS terbagi 2 yaitu:
(2)
a. BPJS
Kesehatan, menyelenggarakan program jaminan kesehatan
b.
BPJS
Ketenagakerjaan, menyelenggarakan program:
1.
jaminan
kecelakaan kerja;
2.
jaminan
hari tua;
3.
jaminan
pensiun; dan
4.
jaminan
kematian.
BPJS bertugas untuk: (2)
a. Melakukan
dan/atau menerima pendaftaran Peserta;
b. Memungut
dan mengumpulkan Iuran dari Peserta dan Pemberi Kerja;
c.
Menerima
Bantuan Iuran dari Pemerintah;
d. Mengelola
Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan Peserta;
e.
Mengumpulkan
dan mengelola data Peserta program Jaminan Sosial;
f. Membayarkan
Manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan
ketentuan program Jaminan
Sosial; dan
g. Memberikan
informasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan Sosial kepada
Peserta dan
masyarakat.
BPJS berwenang untuk: (2)
a. Menagih
pembayaran Iuran;
b. Menempatkan
Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang
dengan
mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana,
dan hasil yang memadai;
c. Melakukan
pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan Peserta dan Pemberi Kerja
dalam
memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
jaminan sosial nasional;
d. Membuat
kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas
kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah;
e. Membuat
atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;
f. Mengenakan
sanksi administratif kepada Peserta atau Pemberi Kerja yang tidak
memenuhi
kewajibannya;
g.
Melaporkan
Pemberi Kerja kepada instansi yang berwenang mengenai
ketidakpatuhannya dalam
membayar Iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
h. Melakukan
kerja sama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program
Jaminan
Sosial.
Untuk melaksanakan Undang-Undang No 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) diperlukan sinergi dari berbagai peta jalan
yang telah disusun oleh Kementerian Kesehatan, DJSN, PT Askes Indonesia, dan PT
Jamsostek, serta masukan dari berbagai pemangku kepentingan lainnya. Untuk itu,
disusun Peta Jalan (roadmap) Menuju Jaminan Kesehatan Nasional ini
sebagai acuan bagi semua pemangku kepentingan. (3)
Secara khusus peta jalan ini disusun untuk
mempersiapkan beroperasinya BPJS Kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014 dan
tercapainya Jaminan Kesehatan Nasional (INA-Medicare) untuk seluruh
penduduk Indonesia pada Tahun 2019. Untuk mencapai tujuan khusus tersebut,
disepakati 8 sasaran pokok yang akan dicapai pada tahun 2014 yaitu:
(1) Tersusunnya
seluruh peraturan pelaksanaan yang diperlukan.
(2) Beroperasinya
BPJS Kesehatan sesuai UU 24/2011.
(3) Paling
sedikit 121,6 juta penduduk dijamin melalui BPJS Kesehatan.
Jumlah
peserta 121,6 juta jiwa diasumsikan berasal dari 96,4 juta jiwa dari program
Jamkesmas, 17,2 juta jiwa dari peserta Askes PNS, 5,5 juta jiwa dari peserta
JPK
Jamsostek dan 2,5 juta jiwa dari peserta PJKMU.
(4) Manfaat
medis Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS sama untuk
seluruh peserta sedangkan untuk manfaat non
medis masih ada perbedaan.
(5) Disusunnya
rencana aksi pengembangan fasilitas kesehatan dan implementasinya
secara
bertahap.
(6) Paling
sedikit 75% peserta puas dengan layanan BPJS Kesehatan.
(7) Paling
sedikit 75% fasilitas kesehatan puas dengan layanan BPJS Kesehatan.
(8) Pengelolaan
keuangan BPJS Kesehatan terlaksana secara transparan, efisien, dan
akuntabel.
Di tahun 2019, peta jalan menetapkan 8 (delapan)
sasaran berikut:
(1) BPJS
Kesehatan telah mendapat kepercayaan penuh publik.
(2) Seluruh
penduduk (diperkirakan 257,5 juta jiwa) telah terjamin.
(3) Paket
manfaat medis dan non medis sudah sama untuk seluruh peserta.
(4) Fasilitas
kesehatan telah tersebar memadai.
(5) Peraturan
perundangan disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan waktu itu.
(6) Paling
sedikit 85% peserta puas dengan pelayanan yang diterima dari fasilitas
kesehatan dan BPJS Kesehatan.
(7) Paling
sedikit 80% fasilitas kesehatan puas dengan pelayanan yang diterima dari BPJS
Kesehatan.
(8) Pengelolaan
keuangan BPJS Kesehatan sudah mencapai tingkat transparansi, efisiensi
dan
akuntabilitas optimal.
Untuk mencapai Delapan Sasaran Pokok tersebut telah
disusun kegiatan-kegiatan pokok berikut: Paling lambat pertengahan 1 Juni 2013
telah diterbitkan:
(1) Peraturan
Presiden tentang Jaminan Kesehatan.
(2) Peraturan
Pemerintah tentang PBI.
(3) Peraturan
Presiden tentang Dukungan Operasional Kesehatan untuk TNI/Polri
(4) Peraturan
Pemerintah tentang BPJS (Gabungan BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan).
(5) PP
Pengelolaan Dana Jaminan Sosial.
(6) PP
tetang Modal Awal BPJS.
(7) Peraturan
Presiden tentang Tata Cara Pemilihan dan Penetapan Dewan Pengawas dan
Direksi
BPJS.
(8) Peraturan
Presiden tentang Renumerasi Dewan Pengawas dan Direksi BPJS.
(9) Keputusan
Presiden tentang Dewan Komisaris dan Dewan Direksi BPJS Kesehatan.
Perluasan kepesertaan dilakukan dimulai dengan
menyatukan pengelolaan peserta Askes Sosial/ PNS (yang kini dikelola oleh PT
Askes), pengalihan pengelolaan Jamkesmas dari Kemenkes sebagai peserta Penerima
Bantuan Iuran (PBI), pengalihan peserta JPK Jamsostek, dan pengalihan jaminan
kesehatan dari TNI/POLRI, serta sebagian peserta Jamkesda. Ditargetkan sekitar
121,6 juta jiwa dijamin oleh BPJS Kesehatan di Tahun 2014. Pada prinsipnya
seluruh pemberi kerja wajib mendaftarkan pekerjanya kepada BPJS Kesehatan.
Namun pemberi kerja yang kini telah menyediakan jaminan kesehatan bagi pekerjanya
secara mandiri diberikan kelonggaran untuk bergabung paling lambat hingga awal
tahun 2019 (wait and see first) agar seluruh pekerja terlindungi
seluruhnya melalui BPJS Kesehatan.
Sebagaimana diatur dalam UU SJSN, paket manfaat
(layanan kesehatan yang dijamin) sejak awal akan dimulai dengan paket
komprehensif. Prinsip koprehensif artinya adalah bahwa semua pengobatan untuk
penyakit yang terjadi secara alamiah akan dijamin, sedangkan penyakit yang
ditimbulkan akibat kesengajaan seperti akibat penggunaan NAPZA atau yang
bersifat kosmetika tidak dijamin. Jaminan juga mencakup alat sampai besaran
tertentu seperti kaca mata atau alat bantu gerak. Agar lebih berkeadilan,
mereka yang iurannya dibayarkan Pemerintah berhak mendapatan perrawatan di
kelas III. Sedangkan mereka yang membayar iuran akan mendapat perawatan di
kelas II atau kelas I, tergantung besarnya iuran. Paket manfaat tersebut di
atas juga untuk memenuhi prinsip perlindungan rakyat agar tidak jatuh miskin
jika terkena musibah penyakit berat dengan biaya yang besar.
Perluasan dan tingkat perlindungan (protektabilitas)
haruslah dibarengi dengan iuran yang memadai. Masyarakat tidak perlu
mengkhawatirkan jika iuran terlalu tinggi, sebab BPJS secara hukum adalah badan
nirlaba. Dalam hal ini, pemegang saham BPJS adalah seluruh peserta, karenanya
setiap surplus akan digunakan untuk perbaikan paket manfaat seluruh peserta.
Untuk tahap awal, iuran telah diperhitungkan berkisar pada 5-6% gaji sebulan
atau penetapan nilai nominal. Sedangkan untuk PBI, setelah dihitung berdasarkan
berbagai kajian, kebutuhan iuran tahap awal adalah sebesar Rp 22.000– Rp 27.000
per orang per bulan. Batas atas upah penetapan iuran dan besaran iuran akan
disesuaikan paling lama setiap dua tahun. Untuk menjamin BPJS tidak defisit
atau menumpuk surplus terlalu besar, dalam jangka panjang perlu dilakukan
keseimbangan antara pemasukan dana iuran dan belanja kesehatan, serta
ketersediaan dana cadangan.
Dari sisi pelayanan kesehatan, telah
diidentifikasikan tingkat ketersediaan dan sejumlah masalah yang masih
menghambat pelaksanaan jaminan kesehatan nasional. Saat ini, tersedia lebih
dari 85.000 dokter praktik umum dan lebih dari 25.000 dokter praktik spesialis,
belum termasuk dokter gigi. Secara nasional, jumlah tersebut cukup untuk melayani seluruh
rakyat berdasarkan rasio satu dokter praktik umum melayani 3.000 orang.
Pelayanan kesehatan saat ini juga didukung oleh jumlah perawat dan bidan yang
jumlahnya telah mencukupi, dan tempat tidur di rumah sakit milik Pemerintah dan
milik swasta, termasuk tempat tidur di puskesmas yang rasionya telah mendekati
satu tempat tidur untuk setiap 1.000 penduduk. Namun demikian, ketersediaan
layanan kesehatan tersebut terkendala oleh penyebarannya yang jauh lebih banyak
di kota-kota besar. Pada pelaksanaan
cakupan kesehatan semesta di berbagai negara lainnya hal serupa umum
terjadi. Hal itu dapat diselesaikan antara lain jika pembayaran BPJS ke
fasilitas kesehatan diperbaiki dengan mempertimbangkan harga keekonomian agar
terjadi redistribusi dokter ke daerah-daerah yang membutuhkan dan semakin
banyak pihak swasta yang akan membangun fasilitas kesehatan.
Layanan kesehatan juga mencakup obat dan bahan medis
habis pakai yang seyogyanya mengikuti mekanisme pasar. Saat ini, jumlah pabrik
obat di Indonesia jumlahnya jauh melebihi kebutuhan. Sementara itu, produksi
bahan medis habis pakai juga mudah untuk ditingkatkan produksinya. Penentuan
besaran pembayaran iuran BPJS menjadi faktor kunci agar dokter dan fasilitas
kesehatan, termasuk obat dan bahan medis habis pakai dibayar dengan harga
keekonomian yang layak, dan terjadi keseimbangan yang memadai antara pemintaan
dan penyediaan obat dan bahan medis habis pakai. Untuk itu, pelaksanaan BPJS
perlu dipantau agar dapat tercapai tingkat keouasan 80% dari fasilitas
kesehatan.
Selain hal tersebut di atas, untuk mendukung
kepesertaan menyeluruh Jaminan Kesehatan Nasional perlu dilakukan Peningkatan
Ketersediaan dan Kualitas Fasilitas Kesehatan serta penyusunan Sistem/ Standar
Operasional Pelayanan. Untuk itu, Kementerian Kesehatan perlu menyusun Rencana
Aksi Pengembangan pelayanan kesehatan termasuk fasilitas kesehatan, tenaga
kesehatan, alat, obat, bahan medis habis pakai, dan kelengkapan lainnya yang
pelaksanaanya dapat dilakukan secara bertahap.
Untuk menjamin bahwa layanan dokter dan rumah sakit
berkualitas, BPJS juga akan mengembangkan seleksi (kredensialing) dokter
dan fasilitas kesehatan yang dikontrak. Fasilitas yang tidak memenuhi standar
tidak akan dikontrak atau diperpanjang kontraknya.Diharapkan pada tahun 2019
seluruh fasilitas kesehatan akan memenuhi standar yang berlaku agar kepuasan
peserta terpenuhi. Karena peserta diberikan kebebasan memilih dokter/fasilitas
kesehatan yang akan melayaninya, maka seluruh fasilitas kesehatan akan bersaing
memberikan layanan yang berkualitas dan memuaskan. Dengan mengembangkan sistem
dan pemantauan kepuasan peserta, pada tahun 2019 diharapkan 85% peserta puas
terhadap layanan kesehatan berkualitas.
Disadari bahwa saat ini banyak keraguan dan
ketidak-percayaan publik akan efektivitas pelaksanaan BPJS. Meskipun selama
hampir 20 tahun hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap PT Askes
selalu Wajar Tanpa Pengecualian, namun di lapangan masih terjadi penyimpangan.
Oleh karenanya, langkah pertama yang disiapkan adalah peraturan pelaksanaan
yang menjamin transparansi dan akuntabilitas BPJS. Lebih lanjut, BPJS harus
membayar fasilitas kesehatan dengan harga keekonomian yang kompetitif dan
efisien, BPJS tidak boleh menghabiskan biaya operasionalnya melebihi 5% dari total
iuran yang diterima. Secara bertahap, kinerja pengelolaan BPJS akan terus
diperkuat hingga dapat menekan biaya operasional kurang dari 5% dari iuran yang
diterima sebagaimana BPJS serupa di negara-negara lain. Dengan prinsip ini,
lebih dari 95% dana iuran yang terkumpul akan kembali kepada peserta dalam
bentuk layanan kesehatan yang berkualitas.
Untuk menghindari moral hazard, maka
fasilitas kesehatan akan dibayar secara prospektif, khususnya dengan cara
kapitasi dan CBG (Casemix Based Group). Kedua cara pembayaran tersebut
adalah cara pembayaran borongan yang memaksa dokter dan rumah sakit efisien
namun tetap menjaga kualitas layanannya. Dokter dan rumah sakit di suatu
wilayah yang memiliki indeks harga/indeks kemahalan yang sama akan dibayar
sama. Dengan demikian persaingan sehat antara dokter dan rumah sakit terjadi
berdasarkankualitas layanan, bukan tarif.
Mengingat manajemen JKN dan pembayaran ke fasilitas
kesehatanmerupakan suatu proses yang kompleks dan perkembangan obat atau
teknologi baru dalam bidang kesehatan, maka BPJS juga perlu menyisihkan 0,5%
dari pendapatan iuran untuk biaya riset dan pengembangan. Teknologi atau obat
baru yang cost-effective harus dijamin, sementara obat atau teknologi
lama yang tidak lagi memadai harus dikeluarkan. Dengan begitu, peserta akan
terus mendapatkan teknologi terbaru. Dengan demikian, JKN akan senantiasa
memberi sumbangan berarti bagi produktifitas dan kualitas hidup peserta.
Pada akhirnya, kemajuan JKN akan sangat bergantung
pada kepercayaan publik terhadap kinerja BPJS. Untuk menjamin pengelolaan yang
efektif, efisientransparan dan akuntabilitas, BPJS akan diaudit oleh BPK dan
akuntan publik. Secara internal, Dewan Pengawas dan DJSN akan terus memantau dan
mengawasi segala aspek penyelenggaraan JKN oleh BPJS Kesehatan. Keluhan
peserta, dokter, fasilitas kesehatan lainnya harus juga selalu ditampung.Setiap
pemangku kepentingan dapat menyampaikan keluhan atas layanan fasilitas
kesehatan yang tidak memuaskan dan layanan BPJS atau praktik petugas BPJS yang
tidak bersih melalui berbagai saluran pengaduan masyarakat hingga kepada
Presiden. BPJS Kesehatan dengan monitoring dari DJSN harus menampung seluruh keluhan
atau pengaduan yang ada dan mengkoordinasikan penanganannya. Laporan keuangan harus
dipublikasi paling sedikit dua kali dalam setahun dalam berbagai media cetak
dan elektronik agar bisa diperiksa, diawasi, dan dievaluasi oleh pemangku
kepentingan, akademisi, pengawas korupsi, dan peneliti lainnya.
Dampak fiskal JKN diharapkan akan positif sejalan
dengan meningkatnya kesadaran penduduk untuk membayar pajak dan iuran. Hal ini
terjadi di negara-negara yang telah lebih dahulu menyelenggarakan JKN dengan
cakupan semesta. Apabila hal-hal di atas dapat terlaksana dengan baik, maka
kebrangkutan negara akibat JKN tidak akan terjadi. Selama ini Indonesia baru
menganggarkan sekitar 2,5% Produk Domestik Bruto (PDB) untuk kesehatan. Setelah
BPJS berjalan, diperkirakan belanja kesehatan Indonesia akan meningkat bertahap
mulai pada kisaran 4% PDB. Dari jumlah tersebut, beban PBI diperkirakan tidak
lebih dari 1% PDB.
Persiapan proses transformasi PT Askes paling tidak
sampai Desember 2013 harus telah selesai. Selama proses transisi akan dibentuk Project
Management Office yang terdiri atas unsur PT Askes, Kementerian Kesehatan,
dan PT Jamsostek untuk melancarkan proses pemindahan pengelolaan peserta
Jamkesmas dan JPK Jamsostek. Prinsip pengelolaan yang baik (good corporate
government) menjadi kunci keberhasilan transformasi. Hal ini dalam dicapai
melalui penyusunan AD/ART, atribut organisasi, serta sistem operasi dan
prosedur (SOP), pelatihan dan pengembangan SDM BPJS, penyiapan laporan keuangan
penutupan PT Askes dan akun BPJS awal, penyusunan sistem informasi dengan
menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) peserta, dan sistem akuntansi khusus
BPJS.
Sebagaimana diatur dalam UU BPJS, Direksi dan
Komisaris PT Askes akan mengemban menjadi Direksi dan Dewan Pengawas BPJS untuk
masa dua tahun. Karena masa jabatan Direksi dan Dewan Komisaris PT Askes akan
segera berakhir, maka penggantian Dewan Direksi dan Komisaris PT Askes yang
nantinya sebagai pengelola BPJS diharapkan terdiri dari orang-orang yang
memahami dan berkomitmen menjalankan BPJS sebaik-baiknya. Dalam rangka proses
transformasi tersebut, PT Askes dan koordinasi dengan berbagai kementrian
terkait lainnya, DJSN serta asosiasi profesi/organisasi fasilitas kesehatan
perlu melakukan sosialisasi intensif kepada publik.
Sosialisasi merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan
JKN mengingat tingkat kepesertaan jaminan kesehatan saat ini relatif rendah.
Sosialisasi yang baik akan memberikan pemahaman dan kesadaran kepada peserta
dan pemberi kerja akan hak dan kewajibannya. Dengan pemasaran yang memadai, kepesertaan
JKN yang berbasis asuransi sosial ini dapat mencapai target yang diharapkan dan
pemberi kerja dapat mendapatkan manfaat yang besar pula dari terlindunginya
kesehatan para pekerja. Sosialisasi diperlukan tidak hanya dari kepesertaan,
namun juga untuk mendapatkan dukungan dari berbagai pihak yang terkait untuk
peningkatan kualitas layanan kesehatan baik di pusat, daerah, swasta, maupun
unsur masyarakat lainnya.Untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam dokumen
ini maka perlu dilakukan sejumlah kegiatan oleh berbagai pihak sebagaimana tertera
pada tabel berikut. (3)
Daftar
bacaan:
1. Undang-undang
nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
2. Undang-undang
nomor 24 tahun 2011 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
3. Kementerian
Koordinator Kesejahteraan Rakyat (2012). Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan
Nasional 2012 – 2019. Jakarta.
prada
BalasHapusnorth face
adidas shoes
air max 95
gucci borse
marc jacobs
nike air force 1
north face uk
abercrombie and fitch
michael kors
moncler outlet
soccer shoes
hollister uk
tod's shoes
insanity workout
christian louboutin
louis vuitton pas cher
adidas superstar
cheap oakleys
nike roshe run
coach outlet canada
mulberry handbags
basketball shoes
instyler max
hermes uk
pandora charms
ghd hair straighteners
ray bans
cheap uggs boots
coach outlet store online
nike roshe runs
pandora
2015926yuanyuan
2015-12-31 xiaozhengm
BalasHapusugg outlet
nike sb shoes
nike trainers
kate spade outlet
canada goose jackets
jordan shoes
mcm outlet
ray ban
fitflop uk
louis vuitton outlet
kate spade uk
oakley sunglasses
gucci
jordan 4
coach factory outlet
polo ralph lauren
coach canada outlet
adidas outlet store
michael kors outlet uk
louis vuitton outlet
ghd hair straighteners
nike store
nike outlet
ugg boots
ugg boots
nike trainers
cheap uggs
gucci outlet
cheap toms
michael kors outlet
ralph lauren uk
adidas gazelle
longchamp outlet
jordan 4 toro
true religion jeans
michael kors
uggs outlet
ray ban
christian louboutin outlet
canada gooses outlet
louis vuitton
BalasHapusair jordan 13
air max 95
oakley sunglasses wholesale
coach outlet
tory burch outlet
oakley outlet
oakley sunglasses
michael kors online
celine handbags
coach outlet
cheap jerseys
cheap oakley sunglasses
ed hardy clothing
hollister clothing store
cheap nfl jerseys
michael kors outlet
lebron james shoes
coach outlet
moncler jacket
michael kors
christian louboutin outlet
ralph lauren uk
kobe 9
ray ban sunglasses
louis vuitton outlet
jordan 8
ray ban sunglasses
ralph lauren polo
cheap jordans
coach factory outlet
nike running shoes
louis vuitton
coach outlet
ugg outlet
cheap oakleys
ray ban sunglasses
2016322yuanyuan